Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan darurat ke wilayah terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara pada Senin (1/11/2025).
Kunjungan ini bertujuan memastikan penanganan bencana berjalan cepat, tepat, dan terkoordinasi demi keselamatan masyarakat.
Setibanya di Bandara Internasional Sisingamangaraja XII, Silangit, Presiden Prabowo langsung menuju lokasi terdampak di Tapanuli Tengah (Tapteng) menggunakan helikopter Caracal.
Di sana, Prabowo meninjau posko pengungsian di GOR Pandan, memastikan distribusi logistik dan layanan kesehatan berjalan baik, serta berinteraksi langsung dengan warga terdampak.
Bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat telah menelan ratusan korban jiwa dan ribuan pengungsi.
Pemerintah pusat dan daerah terus berupaya membuka akses jalan, jembatan, dan layanan dasar yang terputus akibat cuaca ekstrem yang dipicu badai siklon tropis Senyar.
Namun, berdasarkan para pakar dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Institut Teknologi Bandung (ITB), banjir bandang di Sumatera pada akhir November 2025 merupakan hasil dari kombinasi faktor alam dan manusia. “Bahwa bencana ini merupakan hasil dari interaksi kompleks antara faktor atmosfer, kondisi geospasial, dan kapasitas tampung wilayah”.
Kondisi atmosfer yang ekstrem, fenomena siklon tropis, serta perubahan penggunaan lahan yang mengurangi kapasitas serapan air menjadi penyebab utama bencana ini. Upaya mitigasi yang efektif harus melibatkan pendekatan multidisipliner, termasuk pengelolaan lingkungan, perencanaan tata ruang, dan teknologi peringatan dini.
Presiden Prabowo menegaskan pentingnya solidaritas dan ketabahan masyarakat dalam menghadapi musibah ini.
Pemerintah juga mengatasi krisis pasokan BBM melalui jalur laut dan udara untuk mendukung operasi penanganan bencana.
Selain penanganan darurat, pemerintah berkomitmen melakukan perbaikan jangka panjang dari hulu ke hilir, termasuk pemulihan kawasan hutan dan optimalisasi waduk retensi untuk mencegah bencana serupa di masa depan.
Dalam rapat koordinasi tingkat menteri, Menko PMK Pratikno menegaskan bahwa penanganan bencana ini adalah persoalan nyawa dan keselamatan manusia, sehingga harus dilakukan secara cepat, terkoordinasi, dan masif.
Meski belum menetapkan status bencana nasional, pemerintah pusat memberikan dukungan maksimal melalui BNPB, TNI, Polri, dan kementerian/lembaga terkait.
Presiden juga berjanji menyelidiki kasus perusakan hutan yang memperparah bencana ini.https://widget.kompas.com/survey/313?separator=survey__separator
Sementara, Direktur Jenderal Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa penanganan pembalakan liar dan pemulihan hutan menjadi fokus utama untuk mengurangi risiko bencana di masa mendatang.
Di sisi lain, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menegaskan bahwa kondisi di lapangan kini lebih terkendali meski tantangan cuaca ekstrem masih ada.
Pemerintah daerah dan pusat terus berkoordinasi untuk memastikan bantuan dan pemulihan infrastruktur berjalan optimal.
Fakta-Fakta Bencana Banjir dan Longsor di Sumatera:
1. Presiden Prabowo Subianto meninjau langsung lokasi terdampak banjir dan longsor di Sumatera Utara pada 1 Desember 2025.
2. Bencana ini melanda tiga provinsi utama: Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
3. Korban meninggal dunia tercatat sebanyak 442 jiwa, dengan 402 jiwa masih dinyatakan hilang.
4. Di Sumatera Utara, korban meninggal mencapai 217 jiwa, tersebar di berbagai kabupaten dan kota.
5. Ribuan warga mengungsi, dengan jumlah pengungsi terbesar di Aceh mencapai 62.000 kepala keluarga.
6. Infrastruktur penting seperti jalan, jembatan, dan akses telekomunikasi banyak yang terputus akibat bencana.
7. Pemerintah pusat dan daerah bekerja cepat dan terkoordinasi dalam penanganan darurat dan pemulihan pascabencana.
8. Krisis BBM sempat terjadi, namun pasokan sudah diatasi melalui jalur laut dan udara.
9. Kerusakan hutan akibat pembalakan liar menjadi salah satu penyebab utama banjir hebat di Sumatera Utara.
10. Pemerintah berencana melakukan perbaikan dari hulu ke hilir, termasuk penataan lahan dan pemulihan kawasan hutan.
11. Status bencana masih ditetapkan sebagai bencana daerah tingkat provinsi, belum nasional.https://widget.kompas.com/survey/313?separator=survey__separator
12. Mobilisasi bantuan besar-besaran dilakukan oleh BNPB, TNI, Polri, dan kementerian/lembaga terkait.
13. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menjadi sorotan terkait pernyataan kayu terbawa banjir kemungkinan kayu lapuk.
14. BMKG menyebut badai siklon tropis Senyar sebagai pemicu hujan lebat dan bencana di tiga provinsi tersebut.
Kemenhut Sebut Kayu yang Terbawa Banjir Berasal dari Pohon Lapuk
Sebelumnya, Kementerian Hutan mulai menelusuri penyebab banjir di Sumatera, di mana kayu gelondongan ikut terbawa berasal dari berbagai sumber. Termasuk sisa pohon lapuk, pohon tumbang, material bawaan sungai, area bekas penebangan legal, hingga penebangan liar. Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto.
Dwi merespons tudingan dirinya membantah banjir di Sumatera Utara bukan dikarenakan pembalakan liar. “Terkait pemberitaan yang berkembang, saya perlu menegaskan bahwa penjelasan kami tidak pernah dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir,” ungkap Dwi dalam keterangannya, Sabtu (29/11/2025).
“Melainkan untuk memperjelas sumber-sumber kayu yang sedang kami telusuri dan memastikan setiap unsur illegal logging tetap diproses sesuai ketentuan,” imbuh dia.
Sementara ini, Kemenhut tengah menelusuri dugaan pelanggaran dan memproses bukti kejahatan kehutanan melalui mekanisme hukum yang berlaku. Sebab, kejahatan kehutanan mulai dipoles dengan berbagai motif yang salah satunya memanfaatkan skema pemegang hak atas tanah (PHAT).
“Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya penegakan multidoors dengan TPPU akan diterapkan untuk menjerat beneficial owner atau penerima manfaat utama dari pemanfaatan kayu ilegal ini,” tutur dia.
Menyikapi temuan itu, Kemenhut menetapkan moratorium layanan tata usaha kayu tumbuh alami di areal penggunaan lain (APL) untuk PHAT dalam sistem SIPuHH. Lainnya, mengevaluasi menyeluruh dan mengawasi seluruh pemanfaatan kayu di area pemanfaatan hutan. Data menunjukkan sejumlah pola pencucian kayu ilegal lewat PHAT antara lain pemalsuan atau manipulasi dokumen kepemilikan lahan.
Kedua, kayu dari luar areal PHAT dititipkan seolah-olah berasal dari PHAT, dengan kayu dari kawasan hutan dibawa masuk lalu dibuatkan laporan hasil ptoduksi (LHP) fiktif dengan menaikkan volume.
Kemudian, pemalsuan LHP dengan petak, diameter, dan panjang kayu yang tidak sesuai kondisi lapangan. Keempat, perluasan batas peta PHAT melampaui alas hak yang sah sehingga penebangan masuk ke kawasan hutan negara.
Kelima, penggunaan PHAT milik masyarakat sebagai nama pinjam oleh pemodal untuk melegalkan penebangan skala besar, pengiriman kayu yang melampaui volume seharusnya melalui penggunaan berulang dokumen yang sama.
Terakhir, penarikan kayu dari kawasan hutan yang kemudian diregistrasi sebagai kayu PHAT setelah dipindahkan dan dikumpulkan di lahan milik. “Sepanjang tahun 2025, Kementrian Kehutanan melalui Ditjen Gakkum Kehutanan telah menangani sejumlah perkara illegal logging dengan modus pencucian kayu melalui PHAT di berbagai wilayah Sumatera,” jelas Dwi.
Di Aceh Tengah, penyidik mengungkap penebangan pohon ilegal di luar areal PHAT dan kawasan hutan dengan barang bukti 86,6 meter kubik kayu ilegal. Selain itu, di Solok, Sumatera Barat penebang tertangkap membawa 152 batang kayu dengan 443 batang kayu olahan yang diangkut menggunakan dokumen PHAT atas nama pelaku berinisial MY.
Kondisi serupa terjadi dii Kepulauan Mentawai dan Gresik dengan barang bukti 4.610 meter kubik kayu bulat (log) asal Hutan Sipora dan di Tapanuli Selatan diamankan empat unit truk bermuatan kayu bulat sebanyak 44,25 meter kayu.
Menurut dia, Kemenhut seharusnya mengecek dan melakukan investigasi terlebih dahulu sebelum mengatakan kayu-kayu gelondongan itu bukan berasal dari penebangan liar.
“Nah, persoalan sekarang kemudian kementerian langsung ngomong atau pihak-pihak Kementerian Kehutanan ngomong, ini bukan akibat dari penebangan liar, padahal mereka belum melakukan investigasi,” ujarnya dalam program Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Senin (1/12/2025).
“Ini yang kemudian membuat orang bertanya-tanya, kenapa itu langsung disimpulkan, padahal belum melakukan investigasi, nah itu yang penting sebenarnya harus dijawab oleh pemerintah,” tambahnya.
Arie menyoroti perbedaan antara kayu gelondongan hasil penebangan dan yang tumbang karena lapuk. “Kalau dia kayu ditebang berarti kan memang ada tebangan chainsaw (gergaji mesin) di sana. Kalau dia kayu yang memang dia lapuk, itu juga bisa kelihatan, atau kayu yang memang juga longsor itu masih ada akar-akarnya,” jelasnya.





















