Di sebuah rumah kos sempit di Desa Bendan, Banyudono, Boyolali, kecurigaan warga akhirnya memecah kedok praktik prostitusi online yang melibatkan anak di bawah umur.
Aktivitas mencurigakan yang kerap muncul di malam hari membuat warga gelisah hingga mereka memutuskan melakukan pengecekan bersama polisi.
Dari situlah rangkaian kasus kelam ini mulai terungkap, menyeret dua germo yang selama enam bulan terakhir lihai berpindah-pindah kos demi menutupi jejak.
“Pada Sabtu 29 November sekira pukul 23.30 WIB warga dengan didampingi Polsek Banyudono melakukan pengecekan kos tersebut,” kata Kapolres Boyolali, AKBP Rosyid Hartanto, Rabu (3/12/2025).
Di dalam kamar kos itu, polisi menemukan dua korban dan seorang pelanggan.
Para pelaku yang berinisial DWC dan K tak lagi bisa mengelak.
DWC diketahui sebagai otak bisnis haram tersebut, sementara K menjadi pengelola dan koordinator.
Keduanya menjalankan prostitusi online secara rapi, berpindah dari satu kos ke kos lain agar tak mudah dilacak.
Namun “perpindahan” yang dianggap strategi itu justru kian menarik perhatian warga.
Dari penyelidikan polisi, praktik prostitusi ini sudah berlangsung sekitar enam bulan.
Sekali kencan, tarif dipatok Rp 250.000 hingga Rp 500.000, dan dari bisnis itu keduanya meraup keuntungan Rp 3–4 juta setiap bulan.
Berdalih Tak Tahu Korban di Bawah Umur
Sementara itu, dalam pengakuannya kepada penyidik, tersangka DWC berdalih tidak mengetahui bahwa kedua korban masih di bawah umur.
DWC mengaku sempat menanyakan identitas kepada kedua korban.
“Tersangka mengaku sudah menanyakan KTP kepada para korban dan dijawab sedang dalam proses. Dari situ ia mengaku percaya bahwa korban sudah dewasa,” terang Kapolres.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka DWC dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun.













