- Advertisement -
Online Game

Kisah pilu korban banjir di kawasan Garoga, Batangtoru, Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatra Utara.

Seorang perempuan lanjut usia (lansia) curhat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.

- Advertisement -
Online Game

Ia mengaku kepada Bahlil semua hartanya habis disapu oleh banjir.

Menurut pengakuannya, bencana ini merupakan yang pertama kali melanda wilayahnya dengan skala sebesar itu.

Rumah-rumah warga tertimbun material yang terbawa arus.

“Nggak ada lagi, Pak. Habis, habis semua,” ungkap nenek itu sambil menatap Bahlil, dikutip dari YouTube Tribun-Medan.com.

“Nggak pernah (banjir) begini, Pak, nggak pernah. Kayu-kayu itu, Pak. (Udah) ketimbun (rumah saya),” kisahnya sambil menahan tangis.

Mendengar curhatan tersebut, Bahlil terlihat mengangguk-angguk dan sesekali mengelus lengan sang nenek, memberikan dukungan secara personal di tengah duka yang mereka alami.

Di sisi lain, warga Garoga lain, Azhar Dalimunte, mengaku kebingungan harus tinggal di mana setelah desanya hancur akibat banjir.

Namun, ia menegaskan, meninggalkan kampung halaman bukanlah pilihan.

“Nggaak mungkin tinggal di rumah orang lain. Nggak mungking kampung ini kami tinggalkan karena tempat kelahiran kami,” kata Azhar, dikutip dari Tribun-Medan.com pada Selasa.

Senada dengan nenek lansia tadi, Azhar menjelaskan rumah mereka hancur karena kayu-kayu yang terbawa arus.

Ia menambahkan, kayu-kayu itu merupakan hasil penebangan dari sebuah perusahaan yang membuka lahan sawit di sekitar wilayah mereka.

“Kami tidak tahu nama perusahannya. Penebangan pohon katanya untuk lahan plasma sawit di gunung sana. Infonya kami dapat setelah kejadian (banjir)” ungkap Azhar.

Hingga Rabu (3/12/2025) pagi, jumlah korban jiwa akibat banjir bandang di Aceh, Sumut, dan Sumatra Barat (Sumbar), sudah bertambah menjadi 753 orang.

Sementara itu, korban hilang masih dalam pencarian berjumlah 650 jiwa dan luka-luka 2.600 jiwa.

Sebanyak 3.600 rumah dilaporkan rusak berat dan 2.100 lainnya rusak ringan.

Untuk jumlah pengungsi, di Aceh mencapai 1,5 juta warga; Sumut 538 ribu warga; dan Sumbar 106.200 warga.

Pengakuan Dosa Bahlil

Sebelumnya, Bahlil mengaku ia pernah menebang hutan saat menjadi pengusaha.

Hal itu dilakukannya demi keberlangsungan usahanya di sektor tambang.

“Saya menceritakan sedikit, saya juga merasa bersalah karena waktu saya jadi pengusaha dulu, saya kebetulan usaha saya duluan main-main sama tambang, yang semua urusannya pasti tebang pohon,” katanya dalam acara Golkar di Kantor DPP di Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (28/11/2025), dikutip dari YouTube DPP Partai Golkar.

Dia mengakui upayanya itu berdampak jangka panjang terhadap lingkungan dan sosial.

Termasuk, kata dia, bencana longsor dan banjir akibat penggundulan hutan.

“Hal ini yang terjadi (penebangan hutan) karena longsor, karena penggundulan hutan. Banjir juga mengalami hal yang sama,” ujarnya.

Karena itu, imbuh Bahlil, ia mengaku ingin menebus dosa di masa lalunya setelah ditunjuk menjadi Menteri ESDM oleh Presiden Prabowo Subianto.

Sebagai gantinya, ia mengklaim telah menata ulang aturan izin hingga proses penambangan agar lebih ramah lingkungan seperti pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal).

“Maka kemudian itulah yang mendorong kami untuk melakukan penataan secara komprehensif, dengan meminta kepada seluruh izin-izin pertambangan agar menjaminkan biaya reklamasinya dulu supaya jangan sampai tambang, terus tinggalkan hutan,” tegasnya.

Karena itu, Bahlil menilai pengusaha sudah tidak boleh lagi mengatur negara.

“Yang mengatur pengusaha adalah negara. Tapi, negara juga tidak boleh sewenang-wenang,” katanya.

Bahlil Diajak Tobat

MENTERI ESDM --
MENTERI ESDM

Baru-baru ini, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengaku telah berikim surat kepada tiga menteri.

Tiga menteri itu adalah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol.

Cak Imin mengatakan dalam surat itu ia mengajak ketiga menteri tersebut untuk mengevaluasi total seluruh kebijakan terkait tata kelola lingkungan.

Ia bahkan menyinggung soal tobat nasuha buntut rangkaian bencana di Pulau Sumatera.

“Hari ini saya berkirim surat ke Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup, untuk bersama-sama evaluasi total seluruh kebijakan, policy dan langkah-langkah kita sebagai wujud komitmen dan kesungguhan kita sebagai pemerintah,” ujar Cak Imin saat Workshop Kepala Sekolah SMK untuk Program SMK Go Global di Kota Bandung, Senin (1/12/2025).

“Bahasa NU-nya taubatan nasuha,” imbuh dia.

Lebih lanjut, Cak Imin juga menyinggung soal kiamat akibat kelalaian manusia sendiri.

“Kiamat bukan sudah dekat, kiamat sudah terjadi akibat kelalaian kita sendiri,” ucap Cak Imin.

“Semoga yang sedang mengalami musibah segera mendapatkan bantuan dan kesabaran selalu menyertai kita semua,” katanya.

Korban Banjir Terpaksa Minum Air Kotor

Potret pilu korban bencana di Sumatera kian menyayat hati. Sejumlah pengungsi terpaksa meneguk air banjir demi bertahan hidup, sementara sebagian lain berebut beras yang berserakan di tengah lumpur.

Tragedi ini menyingkap wajah nyata penderitaan manusia yang berjuang di batas kemanusiaan.

Warga Aceh Tamiang kini berada dalam kondisi kritis, menanti bantuan yang belum kunjung datang, sementara mereka terus berjuang bertahan hidup di tengah keterbatasan ekstrem.

Kondisi Aceh, khususnya di wilayah Aceh Tamiang, hingga Selasa (2/12/2025) masih berada dalam situasi yang sangat memprihatinkan.

Ribuan warga masih terjebak dalam bencana banjir besar dan sangat membutuhkan bantuan logistik yang hingga kini belum kunjung tiba.

Semua kecamatan dan warga di Kabupaten Aceh Tamiang dilaporkan masih terisolasi.

Total 51.726 kepala keluarga atau 206.903 jiwa mengungsi, dengan satu korban luka-luka dan 18 orang meninggal dunia berdasarkan pendataan sementara.

Seluruh bangunan dilaporkan porak poranda dan menyisakan puing berserakan di genangan air.

Hingga Selasa pagi, warga tidak memiliki akses terhadap air bersih dan makanan. Mereka mengalami kelaparan akut dan kondisi kesehatan kian memburuk.

“Semua bangunan di Aceh Tamiang hancur, tidak ada yang tersisa. Ini persis seperti tsunami. Ada beberapa mayat yang tenggelam,” ungkap seorang jurnalis Transmedia yang turut menjadi korban banjir, Muhammad Irwan, seperti dilansir dari Serambinews.

Sudah tiga hari warga tidak mendapat pasokan logistik. Mereka terpaksa mencari makanan yang hanyut terbawa banjir demi bertahan hidup.

“Untuk bertahan hidup, kami mencari sisa-sisa makanan yang terbawa banjir. Kami ambil seperti Indomie yang sudah basah, kami panasi, kami rebus, kami makan,” ujar Irwan.

Kondisi kehausan pun membuat warga harus mengambil risiko besar untuk tetap hidup.

“Terus kami sangat kehausan. Kami untuk bertahan hidup kami harus ambil air minum dari banjir itu. Kami panasi, kami minum bersama keluarga,” ceritanya.

Irwan memastikan belum ada bantuan apa pun yang diterima warga Aceh Tamiang hingga hari ketiga bencana.

“Karena belum ada menerima bantuan. Kami sudah 3 hari belum makan. Sangat susah dan sulit. Untuk bertahan kami makan dengan yang bekas-bekas. Enggak ada apapun. Saat ini kami sangat lapar,” ungkapnya.

“Kalau mengenai bantuan sama sekali kami belum ada menerima. Apapun bantuan kami belum ada terima,” lanjutnya.

Desakan untuk bertahan hidup memaksa warga mencari makanan dari sebuah swalayan yang sudah rusak diterjang banjir.

“Bahkan kami kemarin sempat ada swalayan di depan rumah. Kami ramai-ramai semua warga untuk mengambil makanan di situ,” lapornya.

Irwan juga menyesalkan bantuan yang dibawa Kapolda Aceh tidak menyentuh lokasi tempat warga bertahan. Luasnya wilayah terdampak menyebabkan distribusi logistik terhambat.

“Kami mencari-cari bantuan enggak tahu di mana. Kemarin Kapolda Aceh ada datang ke Aceh Tamiang membawa bantuan (pakai helikopter), tapi kami tidak dapat. Karena ini seluruh di Aceh Tamiang yang terkena yang berdampak banjir ini,” tutur Irwan.

Di tengah situasi ini, jaringan komunikasi dan listrik lumpuh total. Warga kesulitan menyampaikan kondisi darurat yang mereka alami.

“Sampai hari ini di Aceh Tamiang sinyal tidak ada karena lampu mati. Saya untuk mencari sinyal ini harus ke Kota Langsa. Sekarang ini pun sedang mati lampu juga. Barusan aja di Langsa,” ujarnya menjelaskan.

PORAK-PORANDA - Kondisi Kantor Camat Serbajadi dan UPTD Puskesmas Serbajadi porak-poranda diterjang banjir bandang Aceh Timur, Senin (1/12/2025). Tampak pula gelondongan kayu berserak terbawa air bah. Foto ini kiriman warga kepada Serambinews.com.
PORAK-PORANDA – Kondisi Kantor Camat Serbajadi dan UPTD Puskesmas Serbajadi porak-poranda diterjang banjir bandang Aceh Timur, Senin (1/12/2025). Tampak pula gelondongan kayu berserak terbawa air bah. Foto ini kiriman warga kepada Serambinews.com. (Istimewa via Serambinews)

Rebutan Beras

Sebuah video sejumlah warga memunguti butiran beras yang telah tercampur tanah viral di sosial media. 

Dalam video yang dilihat dari akun instagram @jawatimurpopulr itu dituliskan beras itu berasal dari bantuan logistik untuk masyarakat yang terkena bencana alam banjir dan longsor di Tapanuli Utara Beras itu tumpah karena dilempar dari helikopter. 

Awalnya tampak helikopter menjatuhkan beras dan bantuan mie instan dari helikopter kepada korban banjir dan longsor di sana. 

Saat makanan dijatuhkan banyak kemasan beras yang rusak hingga berceceran di tanah. Warga lalu beramai-ramai memungut beras yang bercampur tanah tersebut dan menjadikan bajunya sebagai wadah. 

Dalam video dijelaskan, bantuan yang diberikan dari helikopter karena akses ke wilayah tersebut tertutup longsor. 

Warga disebutkan banyak yang kecewa dan berharap ke depan penyaluran dapat dilakukan dengan lebih tertib. 

“Paket bantuan langsung habis berceceran, kondisi ini membuat banyak korban merasa kecewa karena tidak semua mendapatkan bagian,” tulis narasi video. 

Ketua Harian Posko Darurat Bencana Pemprov Sumut, Basarin Yunus merespon kejadian tersebut. 

Menurutnya, pemberian bantuan dengan helikopter dilakukan karena kondisi darurat lantaran akses darat tidak bisa dilewati. Pihaknya terpaksa melakukan pengiriman lewat helikopter.

Namun tidak semua lokasi punya tempat landing helikopter yang sesuai standarnya, sehingga bantuan dilempar dari helikopter. 

“Tidak semua daerah atau desa-desa yang mempunyai helipad (tempat landasan helikopter) sehingga salah satu cara untuk bisa mendistribusikan bahan pangan ini adalah kita jatuhkan dari helikopter dengan harapan bisa diakses masyarakat setelah sampai di permukaan maupun di tanah,” jelasnya.

Meski begitu, kata Basarin, ke depan pihaknya akan melakukan perbaikan-perbaikan untuk proses pengiriman bantuan dari udara, supaya bantuan yang diberikan tidak rusak.     

“Namun demikian ada satu dua mungkin yang rusak (bantuan yang dikirim) itu akan kita perbaiki nanti kedepannya, sehingga nanti bisa digunakan,” ujarnya  

Namun dia meminta, masyarakat memahami kondisi yang terjadi, karena situasi yang terjadi darurat.     

“Tapi minimal itu bagaimana niatan kita itu masyarakat bisa mengakses perbekalan ini, sehingga tidak terjadi kekhawatiran di masyarakat. Itu dulu yang paling penting kita atasi karena ini memang kondisinya tidak normal. Jadi SOP nya, juga harus bisa kita pahami seperti itu,” jelasnya.

- Advertisement -
Online Game

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini