- Advertisement -
Online Game

Pakar telematika yang juga menjadi tersangka dalam perkara tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Roy Suryo, melontarkan kritik keras kepada Universitas Gadjah Mada (UGM).

Ia menilai kampus tersebut tidak transparan dalam pelaksanaan uji konsekuensi terhadap dokumen ijazah Jokowi.

- Advertisement -
Online Game

Uji konsekuensi sendiri merupakan mekanisme untuk menilai apakah suatu informasi layak dibuka kepada publik atau harus dikecualikan.

Penilaian ini dilakukan dengan mempertimbangkan potensi dampak yang muncul jika informasi tersebut dipublikasikan.

Proses ini wajib dilakukan secara objektif, berhati-hati, serta merujuk pada aturan yang berlaku agar keseimbangan antara keterbukaan dan perlindungan data tetap terjaga.

Pelaksanaan uji konsekuensi oleh UGM dilakukan setelah adanya instruksi dari Ketua Majelis Komisi Informasi Pusat (KIP), Rospita Vici Paulyn.

Instruksi ini muncul karena dokumen yang sebelumnya diserahkan UGM dalam sidang sengketa informasi terkait ijazah Jokowi nyaris tidak terbaca lantaran sebagian besar kontennya disamarkan.

KIP juga mewajibkan UGM melibatkan pihak eksternal atau publik dalam uji konsekuensi tersebut.

Namun UGM menolak dengan alasan dokumen yang berkaitan dengan Jokowi dianggap data pribadi yang tidak bisa diungkap tanpa persetujuan pemiliknya.

Selain itu, pihak kampus beralasan tidak ada izin dari Jokowi untuk membuka dokumen tersebut dalam forum bersama masyarakat.

Gugatan mengenai ijazah Jokowi ini diajukan kelompok akademisi, aktivis, dan jurnalis yang tergabung dalam komunitas Bongkar Ijazah Jokowi (Bonjowi).

Mereka menegaskan bahwa tuntutan yang diajukan murni untuk menegakkan hak publik atas informasi.https://www.youtube.com/embed/8FznQNG16Es?enablejsapi=1&origin=https://www.tribunnews.com

Atas sikap UGM tersebut, Roy Suryo menyebut apa yang terjadi justru berlawanan dengan prinsip transparansi.

“Harusnya uji konsekuensi menjadi uji konspirasi, karena apa yang seharusnya dibuka itu malah ditutup,” ujar Roy Suryo usai mendampingi para pemohon dari Bonjowi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (3/12/2025).

Roy juga menyayangkan langkah UGM yang dinilainya tidak memahami prinsip keterbukaan informasi publik.

“Saya sebagai lulusan UGM S1-S2, asli ya, bersama dengan dokter Rismon, dokter Tifa, sangat menyayangkan. Statement yang saya lihat statement yang aneh ya, sangat paradoks,” ucapnya.

Ia melanjutkan, “Tadi tampak betul bahwa UGM itu tidak memiliki pengetahuan terhadap keterbukaan informasi publik. Konyol sekali tadi yang disampaikan.”

Roy juga mempertanyakan dokumen yang diserahkan UGM karena isinya hampir seluruhnya ditutupi.

“Informasi yang disampaikan, termasuk 505 dokumen yang diserahkan ke Polda Metro dan kemudian mostly semuanya dihitamkan, itu kan sungguh sesuatu hal yang sangat-sangat aneh,” katanya.

Sebelumnya, perwakilan UGM menjelaskan bahwa penyamaran konten dilakukan karena dokumen tersebut dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan.

“Yang kami tampilkan adalah jenis dokumennya. Namun, isi tertentu kami blackout karena berkaitan dengan proses penyidikan aparat penegak hukum (APH). Kami menilai ada kewenangan APH yang harus dihormati,” ujar perwakilan UGM dalam sidang 17 November 2025.

UGM menegaskan bahwa dokumen tersebut merupakan bagian dari alat bukti dalam proses hukum yang masih berjalan sehingga tidak boleh dibuka secara penuh.

KIP Perintahkan UGM Lakukan Uji Konsekuensi Ulang

Sebelumnya, Ketua Majelis KIP, Rospita, tampak tidak puas dengan UGM yang tidak melibatkan publik dalam uji konsekuensi dokumen ijazah Jokowi.

Menurutnya, alasan bahwa hal itu berpotensi membocorkan data pribadi Jokowi tidak cukup kuat.

Rospita mengingatkan bahwa keterlibatan pihak luar bukan berarti membuka seluruh data sensitif.

“Pak, ini perintah majelis loh. Kami memerintahkan harusnya melibatkan pihak luar. Tapi Bapak tidak melakukan,” tegas Rospita, Selasa (2/12/2025), dikutip dari youtube KompasTV.

Ia menambahkan, “Ada pertimbangan kenapa kemudian itu harus dikecualikan, Pak. Karena kan kalau Bapak hanya melibatkan pihak badan publik, pasti badan publik akan melindungi informasi itu. Itu pasti 100 persen, 1000 persen pasti.”

Melihat banyaknya kejanggalan dalam penilaian UGM, Rospita pun memerintahkan agar uji konsekuensi dilakukan ulang secara menyeluruh.

“Bapak harus melakukan uji konsekuensi secara global, apakah benar daftar nilai program sarjana itu masuk kategori informasi yang dikecualikan, untuk siapapun,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa standar pengecualian harus berlaku sama bagi semua alumni.

“Enggak mungkin untuk Pak Jokowi dikecualikan, terus orang lain minta Bapak buka aksesnya. Kalau dikecualikan, ya informasi itu akan berlaku dikecualikan untuk semua,” kata Rospita.

Rospita juga menyoroti konsistensi UGM dalam menetapkan jenis dokumen yang dikecualikan.

“Jadi enggak bisa informasi itu untuk si A terbuka, untuk si B dikecualikan, enggak bisa. Uji konsekuensi itu berlaku untuk semua,” tegasnya.

Ia kembali mengingatkan mengapa keterlibatan pihak eksternal penting.

“Supaya ada pandangan sejauh mana informasi itu, kepentingan publik terakomodir di situ. Apakah betul harus dikecualikan? Dampaknya apa nih kalau ditutup?”

Rospita juga menegaskan bahwa dokumen tidak harus ditunjukkan secara penuh kepada masyarakat. Yang dibutuhkan adalah kajian objektif antara UGM dan pihak eksternal untuk menilai apakah informasi tersebut layak dikecualikan.

Sidang sengketa informasi ijazah Jokowi telah berlangsung berbulan-bulan dan masih menyisakan banyak tanda tanya.

 Para pemohon dari Bonjowi menegaskan bahwa langkah hukum ini tidak ditujukan untuk menyerang individu mana pun.

Tujuan utama mereka adalah memastikan hak publik atas transparansi informasi dipenuhi sesuai amanat undang-undang.

- Advertisement -
Online Game

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini