Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa rupanya tak main-main dengan ancamannya akan membekukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Meski sudah diminta Ketua Komisi XI DPR RIĀ MukhamadĀ MisbakhunĀ agar mempertimbangkan untung dan ruginya, rupanya Purbaya tetap pada ancamannya.Ā
Purbaya tetap pada pendiriannya dengan memberikan kesempatan kepada DJBC selama setahun untuk memperbaiki diri sesuai target yang diminta Presiden Prabowo Subianto.
Jika tidak, langkah ekstrem pembekuan DJBC itu akan dilakukan.
“Kalau memang nggak bisa perform ya kita bekukan. Dan betul-betul beku, artinya 16.000 pegawai bea cukai kita rumahkan,” ujar Purbaya usai Rapimnas Kadin Indonesia di Jakarta, Senin (1/12/2025).
Namun demikian, pembekuan total dianggap sebagai langkah terakhir.
Purbaya menilai DJBC harus diberi kesempatan memperbaiki diri sebelum pemerintah mengambil keputusan tersebut.
Purbaya mengatakan dirinya telah meminta waktu kepada Presiden untuk melakukan pembenahan internal terlebih dahulu selama setahun ke depan.
Sebab dia menilai masih banyak pegawai DJBC yang berkinerja baik dan bisa diajak bekerja sama untuk memperbaiki kinerja DJBC.
Lalu, bagaimana nasib pegawai bea cukai satu tahun ke depan?
Purbaya memastikan jika didapati ada pegawai yang tidak mau berubah jadi lebih baik, maka dia tidak akan segan untuk memecatnya.
“Dalam prosesnya akan kelihatan yang mana yang bisa gabung yang mana yang nggak. Nanti yang nggak bisa gabung, yang nggak bisa mengubah diri, ya saya akan selesaikan langsung dengan cepat,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RIĀ MukhamadĀ MisbakhunĀ meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mempertimbangkan dengan baik terkait rencana pembekuan DJBC Kemenkeu.https://widget.kompas.com/survey/313?separator=survey__separator
Untuk diketahui, Purbaya mengancam akan membekukan DJBC jika masih terus terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pegawai DJBC di lapangan.
“Jadi kalau menterinya mengambil keputusan itu tolong dipertimbangkan dengan baik untung dan ruginya,” ujarnya usai Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2025 di Jakarta, Jumat (28/11/2025).
Menurutnya, DJBC perlu diberikan kesempatan untuk membenahi kinerjanya yang selama ini dipandang negatif oleh masyarakat karena perbuatan oknum-oknum di lapangan.
Kendati demikian, Misbakhun menyerahkan keputusan tersebut sepenuhnya kepada Menteri Keuangan lantaran DJBC berada di bawah wewenang Menteri Keuangan.
“Kalau kemudian ada hal-hal yang memang dianggap oleh Menteri Keuangan itu ada hal yang memang harus diperbaiki, silakan diperbaiki dulu, berikan kesempatan. Tapi kalau memang sudah diberikan kesempatan ya kita serahkan sepenuhnya kepada Menteri Keuangan,” ucapnya.
Dikeluhkan pedagang
Sebelumnya, DJBC dikeluhkan sejumlah pedagang pakaian bekas impor alias thrifting.
Mereka mengaku menyetor uang Rp500 juta ke Bea Cukai saat rapat bersama Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Rabu (19/11/2025).
“Kalau yang ilegal itu kurang lebih Rp 550 juta per kontainer melalui pelabuhan. Kalau biaya masuk ke mana, mungkin gini Pak, bukan rahasia umum lagi.”
“Artinya begini, barang itu bisa masuk tidak sekonyong-konyong sampai ke Indonesia ini terbang sendirinya Pak. Artinya ada yang memfasilitasi.”
“Kami (pedagang) sebenarnya korban,” terang Perwakilan Pedagang Thrifting Pasar Senen, Rifai Silalahi.
Temuan lain muncul saat inspeksi ke Kantor Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak dan Balai Laboratorium Bea dan Cukai Kelas II Surabaya, Selasa (11/11/2025).
Purbaya menjumpai laporan nilai impor yang dinilai tidak masuk akal, salah satunya submersible pump yang tercatat senilai 7 dollar AS atau sekitar Rp 117.000 (kurs Rp 16.700 per dollar AS).
Padahal, harga pasar produk serupa berada di kisaran Rp 40 juta hingga Rp 50 juta per unit. Purbaya menilai selisih tersebut sebagai indikasi underinvoicing.
Hal ini pun membuat Menkeu Purbaya tegas memberikan peringatan kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) untuk memperbaiki kinerja selama satu tahun ke depan.
Jika hal tersebut tidak terwujud,Ā MenkeuĀ PurbayaĀ menegaskan bahwa tak segan memberikan sanksi tegas.https://widget.kompas.com/survey/313?separator=survey__separator
āKalau Bea Cukai tidak bisa memperbaiki kinerjanya dan masyarakat masih nggak puas, Bea Cukai bisa dibekukan, diganti dengan SGS seperti zaman dulu lagi,ā ujar Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (27/11/2025).
Ia menyebut tanggung jawab pembenahan DJBC telah ia laporkan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Oleh karenanya, satu tahun ke depan menjadi masa penting untuk membalik citra dan kinerja instansi.
Purbaya mengatakan jajaran pimpinan dan staf Bea Cukai telah ia kumpulkan untuk membahas reformasi.
Pada masa Orde Baru, pembekuan pernah terjadi dan tugas Bea Cukai dialihkan kepada Societe Generale de Surveilance (SGS). Ia mengingatkan bahwa risiko serupa dapat terulang jika perbaikan tidak berjalan.
āKalau kita gagal memperbaiki, nanti 16.000 orang pegawai Bea Cukai dirumahkan,ā ucapnya.
Pembekuan Bea Cukai di Era Orde Baru

Dari laporan yang diterbitkan Media Keuangan (MK+) di laman resmi Kementerian Keuangan, diceritakan bahwa lembaga Bea Cukai pernah dibekukan oleh pemerintah Orde Baru karena dianggap menjadi tempat suburnya praktik korupsi.
Saat itu, Presiden Soeharto menunjukkan ketidaksabarannya terhadap berbagai tindakan korupsi yang merajalela di lingkungan Bea Cukai.
Meski tidak sampai dibubarkan, Soeharto mengambil langkah tegas dengan membekukan institusi tersebut.
Pada masa Orde Baru, korupsi, khususnya pungutan liar, begitu melekat pada citra pegawai Bea Cukai.
Para oknum ini disebut-sebut bekerja sama dengan pelaku usaha di sektor ekspor impor.
Banyak pengusaha memberikan suap kepada petugas Bea Cukai demi kelancaran aksi penyelundupan, praktik yang kala itu populer disebut “Uang Damai”.
Ketika Ali Wardhana menjabat Menteri Keuangan pada 6 Juni 1968, berbagai bentuk penyimpangan dan tindakan koruptif marak terjadi di lingkungan Bea dan Cukai.
Keluhan terus bermunculan, termasuk dari kalangan pengusaha Jepang, yang menilai proses pelayanan Bea Cukai berbelit-belit dan berujung pada praktik pungutan liar.
Melihat situasi yang belum membaik, Presiden Soeharto, setelah berkonsultasi dengan para menteri dan mendengar laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.https://widget.kompas.com/survey/313?separator=survey__separator
Instruksi tersebut menjadi dasar keputusan untuk menyerahkan sebagian wewenang Bea Cukai kepada PT Surveyor Indonesia, yang kemudian bekerja sama dengan perusahaan asal Swiss, Societe Generale de Surveillance (SGS).
Konsekuensinya, banyak pegawai Bea Cukai harus dirumahkan karena tugas mereka digantikan oleh pihak Surveyor Indonesia.
Kewenangan tersebut baru kembali ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan mulai berlaku efektif pada 1 April 1997. Regulasi ini kemudian diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 memberikan kewenangan yang lebih komprehensif kepada Bea Cukai untuk menjalankan fungsi dan tugasnya. Regulasi tersebut sekaligus menghapus berbagai aturan warisan kolonial. Langkah serupa dilakukan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai yang kemudian diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, menggantikan lima ordonansi cukai lama yang sebelumnya berlaku.





















