Unsur pengarah 5 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),Ā Jonathan Victor Rembeth, menyampaikan alasan pemerintah belum menetapkan statusĀ bencanaĀ banjir bandangĀ di 3 provinsi Sumatra, yakniĀ Sumatra UtaraĀ (Sumut),Ā Aceh, danĀ Sumatra BaratĀ (Sumbar), menjadiĀ bencanaĀ nasional.
Hingga Senin (1/12/2025), Presiden RI Prabowo Subianto belum menetapkanĀ bencanaĀ banjir bandangĀ di Sumatra ini menjadiĀ bencanaĀ nasional, padahal berdasarkan data sementara, total korban tewas sudah mencapai 604 jiwa.
Data penambahan jumlah korban jiwa tersebut berdasarkan data di situs Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana (PusdatinĀ BNPB), Senin (1/12/2025), yang ter-updateĀ pada pukul 17.00 WIB dan data ini akan terus di-updateĀ secara berkala.Ā
Rinciannya, korban meninggal di Sumut ada 283 jiwa, 169 orang hilang, dan 613 lainnya luka-luka. Kemudian di Sumbar ada 165 jiwa tewas, 114 orang masih hilang, dan 112 luka-luka. Sementara diĀ AcehĀ ada 156 jiwa meninggal dunia, korban hilang 181 orang, dan korban luka 1.800.
Dari data PusdatinĀ BNPBĀ juga dilaporkan bahwa setidaknya ada 3.500 rumah rusak berat, 4.100 rumah rusak sedang, dan 20.500 rumah rusak ringan. Lalu jembatan rusak 271 unit hingga 282 fasilitas pendidikan rusak.
Jonathan lantas menjelaskan bahwa dalam sejarahĀ bencanaĀ di Indonesia, baru ada duaĀ bencanaĀ yang ditetapkan sebagaiĀ bencanaĀ nasional, yakni TsunamiĀ AcehĀ pada 2004 silam dan Covid-19.
“Tanpa bermaksud membandingkan, kita selama sejarah Republik Indonesia, baru dua kali atau tiga kali menetapkan statusĀ bencanaĀ nasional, yang paling terakhir adalah ketika tsunamiĀ AcehĀ tahun 2004 dan kemudian Covid,” katanya, Selasa (2/12/2025), dikutip dariĀ Sapa Indonesia Pagi Kompas TV.
Bahkan, kata Jonathan, yang skalanya lebih besar dariĀ bencanaĀ Sumatra pun pemerintah tidak mengambil keputusan untuk menetapkan statusĀ bencanaĀ nasional.Ā
“Contohnya adalah ketika terjadi gempa Jogja tahun 2006, itu ada lebih dari 6.000 orang yang meninggal dunia dan pengungsian hampir 1 juta itu tidak ditetapkan sebagaiĀ bencanaĀ nasional,” paparnya.
“Di Padang tahun 2009, di mana jumlah korban meninggal sampai dengan 1.200 dan yang hilang ratusan yang lain dan juga kerugian sudah melebihi sampai dengan Rp22 triliun, itu pun pemerintah tidak menetapkan statusĀ bencanaĀ nasional,” tambahnya lagi.
Jonathan pun menjelaskan soal kriteria penetapan bencana nasional memang sudah tercantum dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yang menjelaskan tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat.
“Yang dilakukan pertama adalah kita melakukan pengkajian secara cepat dan melihat apakah memang kerusakan juga berbanding dengan sumber daya,” jelasnya.
Sementara sumber daya yang disebarkan ke 3 Provinsi di Sumatra itu dinilai sudah memadai. Hal tersebut, kata Jonathan, menandakan bahwa pemerintah pusat sudah melakukan upaya masif dalam penanggulanganĀ bencanaĀ ini.https://widget.kompas.com/survey/313?separator=survey__separator
“Nah, sumber daya yang sudah di-deploy ketiga provinsi ini, walaupun dengan keterbatasan akses, itu sudah siap. Bahkan Pak Menteri Dalam Negeri tadi baru kita dengar dalam berita, sudah melakukan tindakan-tindakan paling tidak bicara tentang penganggaran. Pak Menko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) sudah melakukan yang terbaik dan juga TNI Polri.”
“Sudah tentu kepemimpinan dalam tanggap daruratĀ bencanaĀ adalahĀ BNPBĀ sudah dilakukan oleh dengan semaksimal mungkin,” sambungnya.
Jonathan pun mengatakan, kalau bicara tentang waktu memang seakan-akan waktu ini lama, tetapi semua upaya sudah dilakukan.
“Tadi juga kita sudah lihat di berita, reportase, mengatakan sudah ada perbaikan-perbaikan dan akses. Semalam juga kita sudah mendengar dari kepala upayakan di daerah-daerah yang paling buruk terdampak sudah bisa dilakukan dalam satu dua hari ini,” ujarnya.
Jika bicara tentang perlu atau tidaknya penetapan statusĀ bencanaĀ nasional, Jonathan mengatakan bahwa berdasarkan dari kaji cepat dampak kerusakan dan sumber daya, hal tersebut belum diperlukan.
“Itu masih bisa dilakukan dengan penetapan dari tiga gubernur bahwa ini status tanggap daruratnya adalah penetapanĀ bencanaĀ di tingkat provinsi dengan bantuan full sepenuhnya oleh pemerintah pusat,” jelasnya.
Kemendagri: Penanganan Bencana Sudah Nasional
Meski belum ditetapkan sebagaiĀ bencanaĀ nasional, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengatakan bahwa penangananĀ bencanaĀ di 3 provinsi Sumut itu sudah berskala nasional.Ā
“Untuk penetapan status Bencana Nasional, setahu saya sementara ini belum, setahu saya, mohon maaf kalau salah, mohon dikoreksi, tetapi perlakuannya sudah nasional,” ujar Tito di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).
Tito juga menegaskan bahwa pemerintah telah bergerak membantu para korbanĀ bencanaĀ sejak hari pertama, bahkan dengan prosedur nasional.
“Jadi semua sudah all out, bahkan Pak Presiden sendiri ke sana,” tutur Tito.
Dia juga mengatakan, bukan hanya Kepala Negara yang datang langsung ke tempatĀ bencana, tetapi para menteri juga berinisiatif langsung menuju ke sana.
“Banyak sekali, Menteri, TNI, Menhan, banyak sekali sudah keĀ Sumatra Barat, keĀ Sumatra Utara, keĀ Aceh, dengan mengerahkan semua kekuatan nasional. KarenaĀ droppingĀ Jakarta,” katanya.Ā
Menurut Tito, bukan peningkatan statusĀ bencanaĀ yang terpenting, tetapi hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah penanganannya yang sudah berskala nasional.
“Jadi masalah status itu pendapat saya penting. Tapi yang paling utama itu kan perlakuan. Tindakannya itu yang penting. Tindakan nasional,” ucapnya.
Greenpeace Minta Pemerintah Tetapkan Bencana Nasional
Ketua tim kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas, meminta pemerintah agar menetapkanĀ bencanaĀ banjir dan longsor diĀ Aceh, Sumut, dan Sumbar itu karena sudah menelan banyak korban jiwa dan menimbulkan berbagai kerusakan.https://widget.kompas.com/survey/313?separator=survey__separator
“Kita meminta negara ini menetapkanĀ bencanaĀ ini sebagaiĀ bencanaĀ nasional gitu, karena persoalan hari ini yang sedang terjadi di sana dan kita lihat misalnya beberapa di Sibolga, masyarakat sudah kehilangan, sudah kehabisan bahan pangan gitu ya, itu harus direspons (pemerintah),” ungkapnya, Senin, dikutip dari YouTubeĀ Kompas TV.
“Kemudian data-data yang ada sudah 400 (sekarang 604 orang) yang meninggal ya, bahkan yang masih hilang juga masih ada. Nah, itu butuh respons yang cepat untuk menemukan mereka gitu kan dan memulihkan wilayah-wilayah dan rumah-rumah mereka yang rusak, ini butuh resource yang besar,” sambungnya.
Menurut Arie, pemerintah daerah juga dirasa tidak mampu dalam menanganiĀ bencanaĀ ini.
Oleh karena itu, dengan ditetapkannyaĀ bencanaĀ Sumatra sebagaiĀ bencanaĀ nasional, distribusi dan penanganannya nanti akan bisa lebih cepat.
“Ini yang saya bilang harus integrasi. Jadi enggak bisa kemudian hanya dibilang respons cepat yang harus dilakukan ya. Respons yang cepat yang harus dilakukan sebenarnya menetapkan ini Ā menjadiĀ bencanaĀ nasional sehingga kemudianĀ resource-nya bisa diperkuat,” papar Arie.
Sejumlah kepala daerah sebelumnya menyatakan sudah angkat tangan dengan kondisiĀ bencanaĀ di Sumatra itu, terlebih lagi akses transportasi terputus total dan listrik hingga jaringan komunikasi mati.
Ā
Namun, DPR mengatakan penetapanĀ bencanaĀ Sumatra menjadiĀ bencanaĀ nasional itu tidak perlu karena merasa pemerintah daerah masih mampu menanganinya.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, setelah mendatangi langsung Provinsi Sumbar yang dinilai masih mampu menanganiĀ bencanaĀ di sana.
“Saya tidak ingin mengomentari, tidak ingin memberikan pernyataan tentang kesiapan pemerintah daerah di provinsi lain, tapi kemarin saya mendampingi Ibu Ketua Komisi IV, Ibu Titiek Soeharto keĀ Sumatra Barat, kami melihat bahwa pemerintah daerah masih bisa menjalankan fungsinya dengan baik.”
“Salah satu kriteria dari statusĀ bencanaĀ ini adalah soal kesiapan. Nah, kalau untuk Sumatra Ā Barat sendiri, pemerintah daerah bisa menjalankan fungsi dengan baik,” katanya.
Menurut Alex, dalam keadaan tanggap darurat ini yang dibutuhkan adalah gotong royong antar warga hingga pendataan yang baik dari pemerintah daerah.
“Sehingga kemudian bantuan dari pemerintah pusat bisa fokus untuk segera menangani dampak dariĀ bencanaĀ ini,” ujarnya.
Meski demikian, Alex juga tidak memungkiri jika memang ada daerah yang merasa tidak mampu lagi, sudah seharusnya perlu ada peningkatan statusĀ bencanaĀ menjadi skala nasional.
Namun, untuk Provinsi Sumbar, menurut Alex tidak perlu ada peningkatan statusĀ bencana. Selain itu, respons dari pemerintah untuk memberikan bantuan juga sudah sigap.
“Saya tidak ingin mengomentari kesiapan pemerintah daerah yang lain, tapiĀ Sumatra BaratĀ menurut saya dari apa yang kami kunjungi kemarin, dari dialog dengan pemerintah daerah, dengan Gubernur, Wakil Gubernur, dengan Pak Pangdam, dengan Bapak Kapolda, untuk statusĀ bencanaĀ memang tidak perlu nasional karena pemerintah daerah sedang mendata dan ada respons yang cepat dari pemerintah pusat untuk memberikan bantuan terhadap aspirasi dari pemerintah daerah,” paparnya.





















