Respons Warga dan Pengusaha Travel Atas Rencana Kereta Kilat Pajajaran Bandung-Jakarta

Maria Silalahi duduk di kursi tunggu penumpang sambil memainkan gawai di tangan kananya. Sementara tangan kiri memegang goodie bag, bekal yang dibawanya menuju Ibu Kota Jakarta. 

Wanita berusia 28 ini menunggu kedatangan mobil travel di Jalan Dipatikur, Kota Bandung, Kamis (27/11/2025). Dia dijadwalkan berangkat pada pukul 14.00 WIB. 

Perjalanan yang ditempuhnya selama kurang lebih tiga jam, kerap membuat perutnya keroncongan. Oleh karena itu, ia selalu membawa camilan ringan hingga makanan berat. 

“Ini bawa makanan, buat di perjalanan saja. Biasanya juga nanti mampir ke rest area, jika tidak sempat bawa ya, jajan. Kalau minum suka disediakan sama pihak travel, ya,” ujar Maria, saat ditemui di Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Kamis.

Warga Ciumbuleuit ini mengaku kerap bolak balik Jakarta-Bandung setiap dua minggu sekali. Selama berpergian itu, ia memilih akomodasi travel dibandingkan dengan kereta. 

“Setiap jam ada, kepastian berangkatnya juga terjamin. Kalau untuk kereta, waktunya tidak sebanyak pilihan seperti travel. Harganya juga lebih murah,” katanya. 

Meski demikian, Maria menyebut jika rute lalu lintas padat, tak jarang waktu tempuh memakan lebih dari tiga jam. 

Disinggung soal layanan Kereta Kilat Pajajaran, dirinya mengaku tidak tertarik. 

Diketahui, Pemprov Jawa Barat bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) resmi menandatangani kerja sama untuk membuka layanan kereta cepat Jakarta–Bandung, yang diklaim bisa memangkas waktu tempuh menjadi hanya sekitar 1 jam hingga 1,5 jam. 

Maria membeberkan, harga tiket akan bersaing dengan Whoosh, dan bila dibandingkan dengan travel, satu kali keberangkatan bisa setara tiket pulang pergi Jakarta-Bandung. 

“Whoosh saja sekarang harganya lumayan. Tapi memang bila membicarakan efisiensi waktu ini lebih cocok. Tapi bagi saya yang hanya berpergian biasa, dan ongkos yang terjangkau, saya akan tetap memilih travel,” ucapnya.

Penumpang lainnya, Asep Mahmudin (34), menyebut rencana pemerintah tersebut menambah pilihan masyarakat untuk naik transportasi umum. 

“Menurut saya, bisa semakin beragam untuk naik transportasi umum. Tergantung kebutuhan dan bajet masing-masing,” ujar Asep, saat ditemui di PO Bus Sinar Jaya, Jalan Cimencrang, Kota Bandung, Kamis. 

Dia menilai, layanan transportasi umum semestinya terintegrasi dengan akomodasi lainnya. 

“Seperti Whoosh, rata-rata malas naiknya karena stasiunnya jauh. Ketika turun dari stasiun, kita pesan ojek online, kan jadi tambah ongkos. Menurut saya, bila Kereta Kilat Pajajaran tarifnya bisa bersaing, waktu keberangkatan maupun perginya setiap jam, ini bisa menjadi salah satu alternatif,” jelas dia. 

Sementara itu, Muhammad (26), menuturkan, selama ini perjalanan kereta terbatas. 

“Lebih fleksibel ke pul dan lebih dekat, dibanding harus naik kereta yang harus memakan waktu dan juga jarak ke stasiunnya lumayan jauh,” ucap dia.

Cucu, pemilik travel di Kabupaten Bandung, menuturkan, rencana layanan Kereta Kilat Pajajaran menimbulkan kekhawatiran bagi pihaknya. 

“Meski belum tahu kapan beroperasi, cukup khawatir. Bukan hanya penurunan omzet ya, tapi secara jangka panjang berpengaruh pada tarif harga ke depannya,” ujarnya. 

Cucu membeberkan, faktor kecepatan, kepastian jadwal, serta kenyamanan yang membuat banyak penumpang, beralih ke moda transportasi yang lebih baru.

“Seperti Whoosh yang kurang dari satu jam itu, waktu mulai beroperasional kita khawatir dan sudah mengubah model bisnis terutama di travel. Namun, yang saya amati banyak penumpang yang kembali lagi, tentunya ini challange bagi penyedia jasa travel. Persaingan usaha pasti akan terus tumbuh, baik dengan sesama swasta atau di bawah pemerintah, ini dinamika,” jelas dia. 

Dia menambahkan, terlebih rute Jakarta-Bandung memiliki okupansi yang cukup tinggi. 

“Mobilitas antara dua kota/daerah ini memang menarik untuk segi bisnis. Meski travel masih unggul dalam layanan antar-jemput door to door,” ucapnya. 

Menurutnya, pelaku usaha travel dituntut untuk beradaptasi, baik dengan meningkatkan kualitas layanan agar bisa tetap bertahan. (*)